[Review Anime] Shigatsu wa Kimi no Uso

Posted by at 0 comments
[Review Anime] Shigatsu wa Kimi no Uso

 ---------------
Atas ke bawah: Watari - Kousei - Kaori - Tsubaki Basic Information: http://anidb.net/perl-bin/animedb.pl?show=anime&aid=10539 Ngelantur Sebentar: Curhat dikit ya. Sebenernya anime ini udah saya tonton episode 1-nya pas ongoing. Namun karena firasat saya mengatakan 'ada hal buruk di sini' (pikiran saya ke arah netorare, PHP, atau friendzone yang nyebelin), makanya saya stop nonton setelah episode 1. Setelahnya saya masih donlot sampe episode 7, TAPI nggak ditonton juga. Konon katanya, no pic = hoax. Aneh bin ajaib, bulan lalu saya terdorong untuk donlot semuanya. Maka jadilah demikian: Begitulah. Berhubung libur, langsung maraton 22 episode nggak pake lama. Saya bener-bener nggak menyesal nonton dalam sekali hantam. Firasat buruk saya juga runtuh total karena terbukti nggak ada satu pun elemen yang saya sebutkan tadi. 四月は君の嘘; Shigatsu wa Kimi no Uso. Kebohonganmu di Bulan April.[1] Alunan melodi 22 episode yang disatukan oleh sebuah kebohongan yang indah. Juga menguras air mata, tentunya. [1] = sebenernya secara literal artinya "Bulan April Adalah Kebohonganmu" karena partikel は itu berfungsi sebagai penanda subjek. Tapi persetan dah! XD Sinopsis: Pengalaman traumatis mengantar sang jenius piano, Arima Kousei, pada suatu kondisi psikologis yang menyebabkannya kehilangan kemampuan untuk bermain piano. Hidup sehari-hari pun tampak monoton di matanya hingga pertemuannya dengan seorang pemain violin, Miyazono Kaori, yang mengembalikan warna bagi hidup Kousei. Seseorang yang sanggup membawanya berani melangkah lagi, hingga... I met the girl under full-bloomed cherry blossom, and my fate has begun to change. Review: Satu lagi drama sinting yang muncul di musim gugur! Setelah Sakurasou Pet na Kanojo (meski ini banyak lawaknya) dan Nagi no Asukara, musim Fall 2014 menyuguhkan sesuatu yang sukses bikin saya nangis-nangis. Sakurasou untuk episode 23-nya, Nagi no Asukara untuk banyak scene, dan... Shigatsu wa Kimi no Uso yang juga bikin saya sesenggukan di banyak adegan. Format biasa. Kelebihan! DON'T TRY THIS AT HOME! Kalo mau nyoba, di jalanan aja. #sesat #bletak Sonata No.1 - Visual! Masih nggak puas sama visual dari A-1 Pictures yang cerah berwarna-warni plus penggambaran background yang luar biasa? Segera periksakan mata anda ke dokter mata terdekat. Desain karakternya juga oke-oke, dengan mulut yang lebih realistis dibanding anime kebanyakan (yang seringkali lobang mulutnya super imut). Buat yang nggak suka, itu murni masalah selera. Di manga-nya juga nggak beda jauh, lebar-lebar juga kok. "Tak gendong, ke mana-mana." - Alm. Mbah Surip. #plak Sonata No.2 - Audio! Opening theme 1 yang berjudul Hikaru Nara dari Goose House, sukses bikin saya jatuh hati dalam sekejap. Di antara soundtrack opening dan ending, saya pribadi paling suka dengan yang ini. Bukan berarti sisanya jelek-jelek, cuma kuping saya memilih OP 1 sebagai yang paling enak untuk didengerin sehari-hari. What else? Tidak lain adalah... musik klasik! Performa-performa musik klasik yang ditampilkan bener-bener menggugah perasaan. Saya sempet bilang di review anime sebelah kalo saya tergolong penikmat musik klasik. Dan anime ini sukses menjerat saya dengan pilihan-pilihan karya klasik yang pas dengan suasana dalam alur cerita. Nggak bisa saya lupakan gempuran Moonlight Sonata (alias Piano Sonata No.14) 3rd movement karya Beethoven yang sukses menjerat perhatian saya di menit-menit awal. Nah, berhubung protagonis kita adalah pemain piano, nggak sedikit pula karya-karya dari Frederic Chopin yang diperdengarkan di sini. Maklum, dia memang paling banyak bikin karya untuk dimainkan piano. Favorit saya, Etude Op.10 No.12 "Revolutionary", sempet bikin saya heboh sendiri sewaktu dimainkan di episode 19. I mean, that musical piece is about war! Karya itu memang diciptakan Chopin ketika Polandia berjuang untuk merdeka dari Rusia tahun 1831. Cocok banget ditaruh di episode 19 sebagai penggambaran sebuah "revolusi" untuk lepas dari bayang-bayang Kousei. Lalu yang bener-bener bikin saya nangis darah, episode 22. Sebagai klimaks, Ballad Op.23 No.1 in G minor terlalu cocok sewaktu dimainkan Kousei. Karya ini sebenernya juga diciptakan pada tahun 1831, namun di sini Chopin menumpahkan rasa kesepiannya karena jauh dari kampung halaman (Polandia) yang masih terjajah. Lagi-lagi anime ini berhasil menerjemahkannya ke dalam bahasanya sendiri, dengan 'bumbu' kegalauan yang cocok dengan cerita. Audio nggak cuma seputar musik. Para seiyuu di sini pun terdengar begitu pas dalam mengisi karakter masing-masing. Taneda Risa, Sakura Ayane, dan Hanae Natsuki berhasil 'memberi nafas' pada Kaori, Tsubaki, dan Kousei. Full of warmth. *nangis bahagia* Sonata No.3 - Meaningful! Udah banyak cerita di muka Bumi (entah anime, manga, novel, film, dst) yang menyuguhkan pesan sentral "kekuatan cinta yang mampu mengubah hidup". Namun Shigatsu wa Kimi no Uso berhasil menyuguhkan pesan tersebut dalam cara yang insanely beautiful. Begitu merasuk ke dalam dada dengan kemurnian dan ketulusan cinta yang diceritakan di dalamnya. Saya sendiri sangat menikmati ketika tenggelam bersama permainan romantika yang begitu polos yang disuguhkan karakter-karakternya. Kelebihan yang satu ini juga berhasil "menyentil" sesuatu di kepala saya. Untuk bisa maju dan terus melangkah dalam hidup, terkadang seseorang mustahil melakukannya sendiri meski sudah punya tujuan, niat, dan kemampuan. Yang kamu butuhkan hanyalah orang lain, dan lakukan apa yang ingin anda lakukan demi orang tersebut dengan segenap hati. Kadang kita suka melupakan hal ini, sibuk mengejar ambisi sehingga kehilangan esensi. Apapun yang anda lakukan, just do it for the sake of your beloved. Saya yakin--- nggak. Saya tahu kalo hasilnya akan jauh lebih memuaskan dibanding melakukannya demi diri sendiri. Anime ini juga makin terasa berbobot dengan adanya 2 metafora yang berhasil memberi simbol penuh makna: sakura dan kucing. Sakura punya arti filosofis tersendiri. Perlu anda ketahui, nggak ada pohon sakura yang berbunga sepanjang tahun (kecuali hasil rekayasa genetik kali ye...). Dia hanya akan mewarnai musim semi dengan keindahan kelopak-kelopak merah mudanya dalam waktu singkat. Beautiful, yet ephemeral. Begitu pula dengan hidup manusia. Singkat, namun sudah selayaknya "mekar penuh" layaknya sakura, menunjukkan semangat hidup secara maksimal dalam hidup yang terbatas. Kucing! Berhubung saya suka kucing, metafora tentang kucing di sini ikut saya perhatikan. Di sini Kousei mengibaratkan Kaori sebagai kucing. Ada 2 ekor kucing di sini. Yang pertama bermata biru, dan yang kedua bermata hijau. Menurut saya pribadi, keduanya merupakan metafora dari Kaori. Yang bermata biru merupakan simbol hidup Kaori (ep 20 - obvious foreboding), sementara yang bermata hijau merupakan simbol kehadiran Kaori bagi Kousei (ep 22 agak-agak ujung). Sebenernya ada satu lagi, namun yang satu lagi cuma salah satu mental block yang dihasilkan Kousei. Bukan simbol apapun. BRB meledak. Sonata No.4 - Eksekusi! Ini adalah faktor yang AMAT SANGAT LUAR BIASA dari anime ini. Karena saking luar biasanya, saya akan bicara cukup panjang DAN sedikit membeberkan cerita karena susah kalo nggak mengupas hal-hal krusial di dalamnya. Silakan langsung klik "SPOILER END" untuk langsung melompati bagian spoiler kalo nggak mau menyesal nantinya. Border Keramat: System activation! ===SPOILER ALERT=== Sebenernya nggak ada yang spesial dengan topik cerita di anime ini. Musik? Ada Nodame Cantabile. Hingga yang terbaru, Hibike! Euphonium. Cewek sakit? Sebut aja Air dan Clannad. Ending-nya si cewek mati, bener-bener mati nggak ada acara miracle ex machina ala Key? Nggak usah jauh-jauh ke anime purba, kita punya Plastic Memories. "Inspirasi tersembunyi dari masa kecil" juga udah ada di Chuu2Koi. Apalagi tentang cinta childhood friend. Nggak perlu disebut. Banyak! Saya cukup liat kisah hidup sendiri kok. #plak Twist? Apa pula itu. Saya sebagai makhluk jenius orang yang suka berspekulasi dan berekstrapolasi untuk menebak-nebak jalan cerita, nggak merasa kesulitan untuk membaca ending-nya yang JELAS BANGET bakalan ngenes bin anjay. Kaori yang ternyata suka sama Kousei sejak kecil pun sebenernya bisa juga ditebak di awal-awal. Hal yang mengarahkan pemikiran saya ke situ adalah kelakuan ngotot Kaori yang nggak mau kalo bukan Kousei. Aneh rasanya seseorang ngotot memilih seseorang tanpa alasan logis yang riil. Kemungkinannya cuma 2: love at the first sight sewaktu episode 1, atau pernah ketemu jauh sebelum timeline cerita. Tapi buat saya pribadi, kemungkinan kedua lebih masuk akal. Kalo anda mengambil posisi sebagai pembuat cerita (bukan sekedar penonton), maka kemungkinan tersebut bisa terpikirkan sebagai opsi "kejutan" dalam cerita. Tapi... saya nggak bisa protes banyak-banyak. Saya takluk. SAYA TAKLUK!!!! Scene optional terharu - Ini bagus luar biasa sumpaaaahhh! Kenapa saya bisa takluk? Pertama, aspek psikologis yang mudah dicerna. Awalnya saya muak sama Kousei yang digambarkan lemah banget secara kejiwaan. Kebanyakan bacot buat bikin alasan! Namun saya seketika tunduk ketika disuguhkan perjuangannya dalam melawan mental block yang menghalanginya selama ini untuk maju. Bukan cuma Kousei, karakter-karakter lain juga digambarkan berjuang untuk sesuatu yang bener-bener ingin mereka capai. Kaori demi sisa-sisa hidupnya agar lebih berwarna. Tsubaki demi 'memecahkan es' yaitu perasaannya sendiri terhadap Kousei yang selama ini terus disangkal. Juga karakter-karakter yang ingin maju karena terinspirasi kejeniusan Kousei sewaktu kecil. Bahkan penambahan karakter baru secara tiba-tiba (Aiza Nagi) bukannya merusak, namun membawa nafas haru tersendiri karena perjuangannya demi kakak yang disayangi! Semuanya terasa sangat down-to-earth dan nggak lebay, bahkan mungkin pernah juga dirasakan banyak orang (khususnya musikus, mungkin?). Cry, folks. Cry ever more. Kedua, foreboding. Sebenernya tanda-tanda mengenai kondisi tubuh Kaori udah bisa diketahui dari episode 3, terbukti dari lokasi Kaori turun dari bus yaitu di rumah sakit. Sampai sini saya udah memikirkan perbandingan 50:50, apakah yang sakit itu Kaori sendiri atau kenalan/keluarganya. Makin jauh episode berjalan, makin jelas pula tanda-tandanya. Apalagi begitu episode 11, ketika Kaori bilang kalo dia "nggak selalu bisa ada di sini". Udah deh, saya 100% yakin Kaori bakal menemui ajal di ending. Namun jalan menuju kematian itu diolah dengan cara yang ngeri-ngeri sedap. Pelan... pelan... pelan... dan... argh. Rasanya kayak nelen sesuatu yang pahit, 1 sendok di hari 1, 2 sendok di hari 2, 3 sendok di hari berikutnya, dan seterusnya hingga hari ke-22. Saya tahu rasanya pahit. Tapi terus saya makan hingga di hari ke-22, sehingga saya nggak sadar kalo total udah nelen 253 sendok (inget deret aritmatik? :P) rasa pahit. Segalanya pun meledak di akhir. Ketiga, dialog dan monolog. Ini juga keren ngolahnya. Saya ini hobi nulis, sehingga kekuatan kata-kata punya pengaruh buat saya. Kalo suasananya udah serius, dialog antar karakter begitu mencengkram, menambah daya jebret yang berpadu dengan visual yang memukau. Bukan cuma itu, saya seneng banget sewaktu karakter-karakternya bermonolog dengan "bersastra" dalam bahasa yang nggak ketinggian. Sangat mudah dipahami bahkan bagi orang yang berlatar pendidikan non-sastra kayak saya. Dan... APALAGI SELAIN MONOLOG KAORI SOAL SURAT TERAKHIRNYA ITU? Tiga kali kalimat "I love you" berhasil mencabik-cabik sisi kejantanan saya selama beberapa saat. Lalu pengakuan "kebohongan" yang menjadi bagian pada judul juga... HUAAAAAAAA!!! Guling pun basah menjadi korban keganasan derasnya air mataaaaaaaa AAAAAAAAHHH!!!! Damn damn daaaamnnn!!! (T__T) #bantinggelas #bantingpiring #bantinglaptop--- eh jangan kalo laptop. Scene wajib nangis. Keempat, tentu bagian kematian Kaori. Ini adalah salah satu ending mati TERBAIK yang pernah saya tonton seumur hidup. Kematian itu biasa, tapi kematian yang digambarkan secara indah itu barang langka. Di sini kita nggak disuguhkan farewell klise dengan ECG (electrocardiogram) yang menggambarkan denyut jantung yang melemah terus *tuuuuut* gitu, namun dengan hadirnya Kaori yang satu panggung bersama Kousei. Begitu Kaori muncul di panggung saat episode 22, saya cuma bisa tersenyum sambil nangis sesenggukan. Di saat itulah saya tahu kalo Kaori udah nggak ada. Pernah denger kalo orang mati kadang bisa "pamit" sama orang-orang yang disayanginya semasa hidup? Nah, di sini Kaori "pamit" dengan cara perform bareng Kousei. Juga ending mati ini adalah jalan yang paling nggak mengganggu logika. Ditambah kombinasi visual yang luar biasa indah dan pilihan music piece yang tepat, bagian ini juga sukses meruntuhkan wibawa saya sebagai laki-laki. Plis deh, ADA LAGI NGGAK SIH ANIME DENGAN SAD ENDING SEINDAH INI??!! Tolong kasih tau saya kalo ada! (jangan ngomong Chrno Crusade, udah nonton dari jaman purba - AnoHana? Udah juga! - Dan segala karya Maeda Jun itu nggak sad ending). Ballad Op.23 No.1 in G minor - Ballad of Wajib Mewek. ===SPOILER END=== Kehebatan sang mangaka dalam mengeksekusi hal-hal biasa menjadi sesuatu yang menjerat namun indah PLUS ketangguhan A-1 Pictures dalam menambahkan bumbu audiovisual menjadikan Shigatsu wa Kimi no Uso menjadi anime drama yang super berkelas dalam segi kualitas. Seperti kayak kata saya tadi, pokoknya anime ini tuh ngeri-ngeri sedap~! d(≧∀≦)b BEST. CONFESSION. EVER. 11/10. KATA-KATANYA TSUBAKI NGERIII~ #kyaaa Seringkali saya sampaikan kalo anime sempurna itu susah ditemui. Shigatsu wa Kimi no Uso pun nggak sempurna 10/10. Kelemahan! Pertama, elemen non-realistis. Ekspresi wajah yang kelewat komedik, aliran darah yang keluar dalam volume lebay (tapi si karakter yang berdarah santai-santai aja =__="), plus slapstick yang kadang keterlaluan, menjadi penghalang kecil bagi Shigatsu wa Kimi no Uso untuk meraih nilai 10. Lucu kok, saya sendiri ketawa kadang-kadang. Tapi... serius, nggak cocok. Kedua, ada satu hal yang, saya yakin, bikin siapapun yang nonton anime/baca manga-nya bertanya-tanya. Sebenernya Kaori itu sakit apa sih? Kalo anda bergelut di dunia medis, mungkin bisa mengira-ngira. Lah kalo nggak? Jadilah blank spot, setidaknya buat saya pribadi yang penasaran banget. Buat saya, faktor ini menjadi pakem sempurna untuk menjauhkan anime ini. UNTUNGLAH kelebihan-kelebihan di atas sanggup menutupi pengurangan nilai dari kelemahan yang satu ini, sehingga anjloknya nggak parah-parah amat. "Kalian harus nangis nonton anime ini. Harus nangis!" #maksa #plak --------------- Rating: buat Shigatsu wa Kimi no Uso untuk dramanya yang berbobot dan ultra-berkelas, pengolahan audiovisual yang memukau, serta eksekusi cerita yang sukses membawakan hal-hal yang nggak spesial menjadi sesuatu yang kelezatannya tak dapat disangkal. Direkomendasikan untuk para pencari drama, penikmat anime bertopik musik, serta siapapun yang lagi nyari anime yang sanggup bikin nangis penontonnya. The most beautiful smile comes from the most fragile.

tags :

0 Komentar untuk "[Review Anime] Shigatsu wa Kimi no Uso"

Back to Top